Sejarah Geisha Jepang telah menjadi simbol Negeri Sakura karena keunikan dan sudut pandang ‘lain’ tentangnya. Geisha diambil dari kata “gei” yaitu seni dan “sha” yaitu orang, jika diterjemahkan disebut orang seni.
Pekerjaan mereka menghibur pelanggan dengan menyanyi, menari, dan memainkan alat musik samisen yang mirip seperti kecapi. Seorang Geisha wajib memiliki kemampuan komunikasi sehingga perlu menjalani pelatihan bertahun-tahun.
Selain itu Geisha juga banyak memiliki keterampilan lainnya seperti kaligrafi, merangkai bunga, hingga memimpin upacara minum teh. Geisha melalui serangkaian sejarah sampai menjadi budaya ikonik Jepang saat ini.
Sejarah Geisha Jepang yang Diawali oleh Pria
Geisha pertama kali muncul di abad ke-13 dan diawali oleh laki-laki yang disebut sebagai “taikomochi.” Tugas taikomochi ini adalah menasihati, menghibur, mendongeng, membawakan lagu, menyajikan teh, menceritakan lelucon pada tuan-tuan mereka.
Sejarah Geisha Jepang berlanjut pada tahun 1750-an di mana jumlah Geisha perempuan lebih banyak dari Geisha laki-laki. Hingga tahun 1800-an, peran Geisha mulai didominasi oleh perempuan.
Untuk menjadi Geisha, calon gadis tersebut harus tinggal dalam rumah “okiya” untuk latihan satu sama lain di bawah bimbingan Okaa-san. Pelatihan melingkupi tarian, tingkah laku, dan seni pertunjukan lainnya.
Selama mengikuti pelatihan, mereka mendapatkan beberapa gelar sesuai tahapan belajarnya. Pertama adalah gelar “shikomi” selama 3 bulan sampai 1 tahun. Kedua adalah “minarai” selama 2 minggu sampai 1 bulan.
Ketiga adalah “maiko” selama 2-6 tahun dan ini merupakan tahap terlama. Setelah mereka menginjak usia 20 tahun, maka bisa mendapatkan gelar Geisha atas kebijakan Okaa-san.
Dahulu, Geisha tidak diperbolehkan menikah bahkan memiliki pacar sekalipun. Usia pensiun Geisha tidak dibatasi. Namun jika ingin menikah, maka mereka wajib pensiun.
Ketika memutuskan tidak ingin menikah, maka diperbolehkan menjadi Geisha seumur hidupnya. Selain menikah, pensiun dikarenakan menjadi guru musik atau tari, pemilik restoran, hingga pelatih geisha muda.
Yang perlu diketahui tentang sejarah Geisha Jepang adalah bahwa mereka merupakan asisten Oiran yaitu PSK (Pekerja Seks Komersial) kelas atas. Ini berlangsung sekitar tahun 1603-1886.
Oiran sendiri merupakan PSK mahal dan tinggal di kawasan Edo ( Tokyo, Kyoto, atau kota-kota besar lainnya). Peran Geisha hanya menjamu dan menghibur pelanggan sambil menunggu kedatangan Oiran.
Geisha Tidak Melayani Hubungan Seksual dengan Pelanggannya
Dari penjelasan sejarah di atas, dapat disimpulkan bahwa Geisha merupakan seorang seniman. Lalu mengapa masih banyak yang memberikan konotasi negatif berupa PSK terhadap Geisha? Pandangan ini khususnya datang dari orang-orang Barat.
Sejarah Geisha Jepang menyebutkan bahwa anggapan itu dimulai pada akhir Perang Dunia II. Ada banyak PSK ramai-ramai mendatangi beberapa anggota militer Amerika Serikat yang ditugaskan di Jepang.
Mereka mengaku sebagai Geisha, padahal bukan dan mulai memunculkan fantasi-fantasi eksotis tentang profesi Geisha. Hingga akhirnya di masa akhir perang banyak perempuan Jepang putus asa menjual tubuhnya demi makanan.
Di sisi lain, muncul gagasan tentang Geisha yang merupakan bagian dari industri seks karena ritual Mizuage. Ritual ini merujuk pada seorang perempuan yang akan kehilangan keperawanannya setelah pelanggan mengajukan “penawaran.”
Mizuage dilakukan agar perempuan muda tadi bisa segera menjadi Geisha sepenuhnya. Namun ritual ini tidak dilakukan oleh semua pelatihan/komunitas Geisha, bahkan banyak yang tidak menganjurkannya karena merupakan bentuk prostitusi ilegal.
Namun jika dilihat dari sejarah Geisha Jepang, tidak ada jaminan membuat mereka tetap “suci.” Sebab banyak dokumentasi membuktikan mereka sendiri yang berpartisipasi secara sukarela maupun tidak sukarela dalam industri seksual tersebut.
Meski begitu, tidak seharusnya hal ini membuat sejarah Geisha memunculkan stigma negatif. Karena masih banyak Geisha sejati yang menjalani latihan intensif bertahun-tahun untuk mempelajari seni klasik dan kemampuan beramah-tamah dengan tamu.
Mereka mengandalkan kemampuan dan keterampilan yang terus diasah dan bukan berfokus pada urusan seksualitas. Bahkan banyak Geisha sejati merasa kesal karena beberapa perempuan menjadikan profesi Geisha untuk menyamar sebagai PSK.
Sejarah Geisha Jepang di Masa Modern Saat Ini
Saat ini jumlah profesi Geisha juga sudah sangat berkurang jauh, hanya sekitar 1000-an di Kyoto. Bahkan untuk menikmati hiburan tradisional Geisha yang benar-benar otentik harus ke Tokyo yang masih mempertahankan budayanya.
Berbeda dari sejarah Geisha Jepang pada abad-abad lampau, saat ini mereka berpartisipasi dalam paket wisata Jepang seperti tour Gunung Fuji, tour Fukushima, lokakarya Ghibli, ataupun tour-tour pribadi.
Di zaman modern saat ini, Geisha masih berperan penting dalam menjaga budaya tradisional Jepang agar tetap hidup. Di Kyoto sendiri, mereka menyebut dirinya Geiko dan ada banyak Hanamachi (rumah Geisha) bertebaran.
Karena banyaknya kasus wisatawan meminta foto atau berbicara sembarangan dengan Geisha, maka pemerintah melindungi mereka agar terhindar dari pelecehan. Pemerintah melarang memfoto Geisha tanpa izin sekaligus menambahkan denda 10.000 yen.
Meskipun jumlah Geisha terus berkurang, namun mereka akan selalu melekat dan memiliki tempat tersendiri bagi masyarakat Jepang. Sebab sejarah Geisha Jepang menjadi salah satu ikonik penting dari budaya negeri Sakura tersebut.